Perkawinan merupakan sunnatullah yang
berlaku pada setiap makhluk dan secara mutlak terjadi pada kehidupan binatang
dan tumbuhan. Adapun pada manusia, Allah tidak membiarkanya
berlaku liar dan mengumbar hawa nafsu seperti yang terjadi pada binatang. Akan
tetapi Allah meletakan kaidah-kaidah yang mengatur, menjaga kehormatan dan
kemuliaan manusia.
Yakni pernikahan secara syar’i yang menjadikan hubungan antara pria dan wanita
menjadi hubungan yang sakral. Didasari atas kerelaan, adanya serah terima,
serta kelembutan dan kasih sayang antar keduanya. Sehingga dengan perkawinan
seperti itu nafsu seksusal akan disalurkan secara benar, dan dapat menjaga
kelangsungan keturunan serta dapat menjaga kehormatan kaum hawa dari perilaku
tidak senonoh. Menikah merupakan sunatullah, sunnah
para rasul dan merupakan sunnah yang sangat
dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Menurut
undang-undang nomor satu tahun 1974, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga
bahagia yang kekal.
Hukum asal menikah adalah sunah, namun
dapat berubah menjadi hukum lain. Misalnya wajib atau haram, tergantung keadaan
orang yang melaksanakan hukum nikah. Jika seseorang tidak dapat menjaga
kesucian dan akhlaknya kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib
baginya. Sebab, menjaga kesucian dan akhlak adalah wajib atas setiap muslim,
dan jika ini tak dapat terwujud kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi
wajib baginya. Adapun menikah dini, yaitu menikah dalam usia remaja atau muda,
bukan usia tua, hukumnya menurut syara’ adalah sunnah (mandub). Hal ini sesuai
dengan sabda Nabi Muhammad SAW . Dan tidak ada batasan usia menikah yang
ditentukan oleh syariat. Tetapi syari’at hanya menegaskan bagi para pemuda yang mampu untuk menikah maka
dianjurkan untuk menikah. Maka boleh menikahkan anak laki-laki muda atau anak
perempuan muda. Namun demikian, usia yang ditetapkan oleh undang-undang
perkawinan di Indonesia
adalah minimal usia 16 tahun bagi perempuan dan usia 19 tahun bagi laki-laki.
Apakah usia yang ditentukan oleh undang-undang tersebut dapat berlaku atau
sesuai bagi setiap pasangan di Negara Indonesia . Banyak fakta ditemukan
bahwa banyak warga yang melakukan pernikahan dini. Mereka aman-aman saja dalam
mengarungi kehidupan rumah tangga dan tidak mengalami hambatan yang berarti.
Pelaksanaan pernikahan dini sekarang
ini sering diperbincangkan oleh masyarakat. Seperti kasus yang terjadi pada
syek puji saat ini. Terlepas dari semua itu, masalah
pernikahan dini adalah isu-isu kuno yang sempat tertutup oleh tumpukan lembaran
sejarah. Sebenarnya kalau kita mau melihat lebih jauh, fenomena pernikahan dini
bukanlah hal yang baru di Indonesia, khususnya di Jawa. Penulis sangat yakin
bahwa mbah buyut kita dulu banyak yang menikahi gadis di bawah umur. Bahkan
pada jaman dahulu, pernikahan di usia ”matang” akan menimbulkan presepsi buruk
di mata masyarakat. Dan kini, isu tersebut kembali muncul ke permukaan. Hal ini
tampak dari betapa dahsyatnya benturan ide yang terjadi antara para sarjana
Islam klasik dalam merespons kasus tersebut. Disamping itu, sejarah telah
mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi SAW dalam usia muda. Begitu pula
pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat. Bahkan sebagian
ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar
hukum Islam.
”. Hadis Nabi kedua
berbunyi, ”Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak
perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa
dan dosa tersebut dibebankan atas orang tuanya”. Pada hakekatnya, penikahan
dini juga mempunyai sisi positif. Kita tahu, saat ini pacaran yang dilakukan
oleh pasangan muda-mudi seringkali tidak mengindahkan norma-norma agama.
Kebebasan yang sudah melampui batas, dimana akibat kebebasan itu sering kita
jumpai tindakan-tindakan asusila di masyarakat. Fakta ini menunjukkan betapa
moral bangsa ini sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan. Hemat penulis,
pernikahan dini merupakan upaya untuk meminimalisir tindakan-tindakan negatif
tersebut. Daripada terjerumus dalam pergaulan yang semakin
mengkhawatirkan. Berpijak dari uraian
diatas maka penulis mengambil judul: "Tinjauan Hukum Islam Terhadap pelaksanaan
Pernikahan Dini (Study Kasus Di Desa
Pucakwangi)”.
0 komentar: