Minggu, 05 Maret 2017

PROFESIONAL DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING~ Makalah Bimbingan Konseling



 
http://meandpsy.blogspot.com

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Bahwasanya profesi bukan hanya diartikan sebagai pekerjaan saja tetapi juga dipahami bahwa dalam profesi harus memiliki keahlian dan memiliki kode etik yang diatur oleh organisasi profesi. Dan apabila melanggar kode etik tersebut maka akan mendapatkan sanksi. Profesi Bimbingan dan Konseling adalah profesi yang menuntut keahlian dari para   konselor dalam menangani siswa
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan kami uraikan beberapa penjelasan. Mulai dari pengertian Bimbingan dan Konseling sebagai profesi, kegiatan profesional konselor dalam Bimbingan dan Konseling, serta kode etik profesi Bimbingan dan Konseling.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pengertian Bimbingan dan Konseling sebagai profesi?
2.      Bagaimana kegiatan profesional konselor dalam Bimbingan dan Konseling?
3.      Bagaimana kode etik profesi Bimbingan dan Konseling?











BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Bimbingan dan Konseling Sebagai Profesi
Istilah profesi memang selalu menyangkut pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan dapat disebut profesi. Untuk mencegah kesimpangsiuran tentang arti profesi dan hal-hal yang bersangkut paut dengan itu, berikut ini dikemukakan beberapa istilah dan ciri-ciri profesi.
Beberapa Istilah Tentang Profesi
Berkaitan dengan “profesi” ada beberapa istilah yang hendaknya tidak dicampuradukkan yaitu: profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionalisasi.
“Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak tersiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
“Profesional” menunjuk kepada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi; misalnya sebutan dia seorang “profesional”. Kedua, penampilan seorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian kedua ini, istilah profesional sering dipertentangkan dengan istilah non-profesional atau amatiran.
“Profesionalisme” menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkankemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
“Profesionalitas” mengacu pada sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
“Profesionalisasi” menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi.
Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan keprofesionalan, baik dilakukan melalui pendidikan/latihan pra-jabatan (pre-servie training) maupun pendidikan/latihan dalam jabatan (in-service training). Oleh sebab itu, profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat dan tanpa henti.[1]
Ciri-ciri Profesi
Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.         Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan
2.         Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya harus menampilkan pelayananyang khusus yang didasarkan atas tehnik-tehnik intelektual dan keterampilan-keterampilan tertentu yang unik
3.         Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemevahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
4.         Para anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama, yaitu yang didasarkan atas ilmu yang jelas
5.         Untuk dapat menguasai ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama
6.         Para anggotanya secara tegas dituntut memiliki kompetensi minimum melalui prosedur seleksi, pendidikan dan latihan, serta lisensi ataupun sertifikasi
7.         Dalam menyelenggarakan pelayanan kepada pihak yang dilayani,para anggota memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam memberikan pendapat dan pertimbangan
8.         Para anggotanya, baik perorangan maupun kelompok, lebih mementingkan pelayanan yang bersifat sosial dari pada pelayanan yang bersifat ekonomi
9.         Standar tingkah laku bagi anggotanya dirumuskan secara tersurat melalui kode etik yang benar-benar diterapkan, setiap pelanggaran atas kode etik dapat dikenakan sanksi tertentu
10.     Selama berada dalam pekerjaan itu, para anggotanya terus-menerus berusaha menyegarkan dan meningkatnkan kompetensinya dengan jalan mengikuti secara cermat literatur dalam bidang pekerjaan itu, menyelenggarakan dan memahami hasil-hasil riset, serta berperan secara aktif dalam pertemuan-pertemuan sesama anggota.
Secara ideal seluruh persyaratan di atas perlu dipenuhi oleh suatu profesi. Namun, banyak di antara profesi yang ada memenuhi persyaratan tersebut secara bertahap.[2]
Setelah mengetahui arti dan ciri-ciri dari profesi, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu sejarah singkat Bimbingan dan Konseling sebagai profesi.
Sejarah Bimbingan dan Konseling Sebagai Profesi
Pada awalnya, konselor belum mempunyai ruang gerak dalam peraturan perundang-undangan. Namun karena keinginan kuat untuk memperkokoh konselor sebagai profesi, akhirnya pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang didirikanlah Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Kelompok tersebut menghimpun para konselor lulusan Program Sarjana Muda dan Sarjana yang bertugas di sekolah dan para pendidik konselor yang bertugas di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan).

B.       Kegiatan Profesional Konselor dalam Bimbingan dan Konseling
1.      Nilai, Sikap, Ketrampilan dan Pengetahuan
a.       Untuk memahami orang lain dengan sebaik-baiknya, konselor harus terus-menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu layanan profesional serta merugikan klien.
b.      Ketika bertugas, konselor harus memperlihatkan sikap sederhana, rendah hati, sabar, menpati janji, dapat dipercaya, jujur dan tertib
c.       Konselor harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun   peringatan   yang   diberikan   kepadanya,   khususnya   dari rekan-rekan   seprofesi   dalam   hubungannya   dengan   pelaksanaan ketentuan-ketentuan   tingkah   laku  profesional   sebagaimana  diatur dalam kode etik ini.
2.      Pengakuan atas kewenangan sebagai konselor.
Untuk   bekerja   sebagai   konselor,   diperlukan   pengakuan,   keahlian, kewengangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang dieberikan kepadanya oleh pemerintah.
3.      Testing
a.       Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
b.      Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan.
c.       Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain baik dari klien maupun sumber lain.
d.      Konselor wajib memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
e.       Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain yang ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien dan tidak merugikan klien tersebut.
f.       Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut.
4.      Riset
a.       Dalam mempergunakan riset terhadap manusia, wajib dihindari hal-hal yang merugikan subyek.
b.      Dalam melaporkan hasil riset, identitas klien sebagai subyek wajib dijaga kerahasiaannya.
5.      Layanan individual: hubungan dengan klien
a.       Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien.
b.      Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennnya di atas kepentingan pribadinya.
c.       Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu.
d.      Konselor  tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.       Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya.
f.       Konselor wajib memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki klien.



[1] Priyatno, Dasar-Dasar Bimbingan & Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999, hlm. 338.
[2] Ibid, hlm. 339-340.

Silahkan download versi Ms.Word disini 

0 komentar: